Archives for 10.08

batas

On: 31.10.08

batas

Aku berada di tempat yang belakangan ini sering aku kunjungi. Sebuah batas antara yakin dan ragu. Keduanya bercampur. Disitulah aku duduk membuka-buka kembali apa yang telah aku dapat sebelum aku sampai di tempat ini. Menghitung lagi jumlah waktu yang terbuang dibandingkan hasil yang untuk saat ini jauh dari yang pernah aku kira.

Semakin terjal saja apa yang akan aku lewati didepan sana. Entah di terjalnya jalan itu ada berapa turunan yang menyulitkan aku untuk menjaga irama langkahku ataupun tanjakan yang memudahkan sekaligus menyesakkan ketika kakiku mulai lemas dan tak kuasa menopang badanku yang penuh muatan-muatan abstrak. Belum lagi kalau ada tikungan yang membuang jauh kearah luar, yang akan mengacaukan perhatianku.

Disinilah aku mulai merencanakan apa yang sebaiknya aku bawa. Tak cukup hanya sebuah niatan saja dan semua tercapai. Ada sedikit mantra-mantra mungkin untuk menjaga keadaan yang sekarang masih bisa diatasi. Atau mungkin sebungkus mimpi yang bisa dihabiskan saat malam datang.

Aku ingin tidur sebentar dan menemukan diriku ada bersama dirimu yang memakai sayap putihmu di punggungmu. Melihatmu tersenyum mendengar aku mengarang cerita tentang bodohnya diriku. Dan kita terdiam untuk beberapa saat. Disaat itulah aku ingin mengetahuimu lebih jauh.

Dan akupun tertidur di perbatasan itu.

11.03.08 & 15.04.08

11.03.08

malam sudah larut.

aku masih duduk, memikirkan segala kemungkinan-kemungkinan yang bisa aku ambil esok hari. Mungkin untuk saat ini masih ada kesempatan kembali seperti beberapa waktu yang lalu. Sulit memang untuk berada di saat ini. Aku masih belum tahu apakah salah untuk menunggu-nunggu hal yang aku sendiri masih ragu. Ya, mungkin aku-lah yang merasa tidak patut untuk berada di depanmu untuk saat ini.

Sambil lalu aku ingin sekali kembali menyadari aku masih belum terlambat dan terus mencoba supaya mengerti. Tidak ada salahnya mencoba. Dan mungkin tidak seperti saat ini hasilnya yang masih saja berputar-putar tidak jelas antara kembali menjadi pengagum atau jelas sebagai pelaku yang jujur memiliki maksud untuk menjadi bagian dari kehidupanmu.

Aku masih belum tahu apakah kamu tahu, mengerti lalu diam saja, menunggu dan pergi, atau bahkan sekedar lalu saja. Yang jelas semakin menuju kesini, batas antara kesabaran dan keputus-asaan tipis sekali.

Aku masih menjaga agar keduanya terpisah. Tapi mungkinkah perasaan ini wajar, seperti apa yang pernah kau katakan bahwa tidak ada yang salah, murni semua terjadi begitu saja. Kita tidak bisa mengelak bahwa kita telah menjadi terlanjur mengagumi salah seorang dari kita entah disadari atau tidak.

Mungkin benar aku harus mencoba dan itulah yang akan kulakukan, mencoba untuk yang pertama kalinya bahwa aku ingin menjadi bagian dari cerita hidupmu.

Seperti bau tanah yang hadir bersama air hujan yang turun sejak tadi siang.

15.04.08

Sudah sekian ratus hari aku menghitung peluang-peluang untuk kembali ke tempat terdekat denganmu. Seakan-akan dirimu semakin jauh hilang, tenggelam bersama lalu-lalang pedagang pasar simpang. Terlihat di depanku sebuah foto dirimu yang diam-diam kusimpan. Ya, aku masih mengagumimu, kagum atas mimpi-mimpimu, ceritamu, caramu menerima aku, memandangmu, dan caramu ketika terkejut melihatku menelusuri matamu.

Sementara akupun heran mengapa seorang sepertimu yang bagitu berharga sulit sekali untuk dimiliki. Ataukah aku terlalu pengecut untuk menunjukkan ketertarikanku padamu. Aku masih ingin melihat bajumu yang malam itu untuk terakhir kalinya aku melihatmu. Aku juga masih ingin kau mengisi kembali pikiranku yang kosong dengan mimpi yang tempo hari kita tuliskan bersama-sama.

Kemarin aku melihatmu begitu gembira, namun dimatamu aku melihat masih ada bayang-bayang diriku yang tak mungkin kau tepis. Aku tahu aku keliru, salah dalam beberapa hal. Tapi sampai kapan aku akan menemukan waktu yang tepat, menemukan waktu dimana kau kembali membuka percakapan dengan hening sejenak, mengharapkan aku membelai rambut lurus hitammu?

Atau ketika kau membawakan senyumanmu ketika aku kehujanan?