come here

On: 19.1.09

18.01.09

setelah semua kuselesaikan, hari ini aku ingin sedikit melepas penat
kuhempaskan badanku ini, ahh...
kucoba kuhela nafas pelan-pelan, mataku menerawang langit-langit kamar
hmm..aku beranjak dari ranjangku.sebatang rokok mulai terbakar, sebuah lagu pelan-pelan menyeruak dari speaker murahan itu di sepinya sore ini,
sedikit panas diluar sana, mau hujan mungkin. cukup nyaman berada di kamar ini, setelah setengah jam lebih diatas motor pinjaman, berjalan-jalan dari lembang.
kuambil telepon genggamku dari saku jaket di gantungan baju..tak ada pesan, kubaca beberapa pesan terakhir, ah nama-nama itu..dia, mereka, tidak ada pesan darimu.

lapar menyerang, porsi makanan cepat saji sialan itu tak cukup memenuhi perutku ini, mana mahal pula. kugeser kursiku, mencari posisi yang nyaman. ujung-ujungnya aku kembali berada diatas ranjangku. kucoba memejamkan mata...gelap,,,nyaman.

...................


getar dan dering ponselku membangunkan tidurku. kugapai ponselku di ujung ranjang. kubaca sebentar. darimu, ah biasa paling menyapa saja, pikirku. setengah sadar aku bangun. pegal terasa disekujur badanku. kubaca sekali lagi pesanmu. hmm..masih setengah tak percaya. kata-kata itu..apa-apaan ini? setengah terkejut kubaca sekali lagi. ah, ini lagi-ini lagi. sudah berapa kali aku dihadapkan pada situasi semacam ini. ku buka pintu kamarku, kudongakkan kepalaku keluar, berharap kau menunggu diluar sana dan tak ada siapa-siapa kecuali motor berbaris tiga buah.

emosi sekali lagi menguasainya. pelan tapi pasti. begitulah sebuah racun bekerja. dan kupikir dia telah parah. aku tak tahu seberapa banyak mereka berdua menenggak racun itu. separah itukah??

kubalas seperti biasa, yang kau bilang baik lah, peduli lah, apapun itu. yang jelas aku paling tidak bisa melihat orang dalam keadaan seperti itu. karena aku pernah mengalami dan tahu, paling tidak harga sebuah nyawa bisa ditukar untuk setenggak racun itu. pahit memang, tapi untuk mereka pahit, asam, manis tidak mempunyai batas yang jelas. pesanku terkirim. kuminum air segelas penuh. sebuah lagu menyentak pelan menemaniku menunggu balasan darimu.

kualihkan perhatianku pada bentuk-bentuk masa laluku. situasi ini selalu ada disetiap tahun umurku belakangan ini. mungkin karma, mungkin anugrah. getar dan dering ponselku mengembalikan perhatianku pada ponselku. kubaca sesaat, jawaban yang sangat-sangat beralasan untukmu. aku tak habis pikir, seorang gadis selincah, sepercaya diri, secantik, sehebat dirimu harus menuruti emosi untuk kesekian kalinya. waktu dan perhatian yang kau tuntut, katamu. aku tak berani bilang aku bisa menyediakan itu semua. toh kalaupun aku bisa, apa hak-ku dan apa yang akan kaulakukan setelah emosimu mereda? dan aku tahu benar, beberapa hari kedepan kau akan dengan mudah saja melupakan hal-hal seperti ini. dan aku? aku hanya seorang yang kau anggap terlalu baik untuk ukuran lelaki. yang mudah saja menuruti inginan-inginan orang yang meminta tolong, tanpa mengetahui dibalik itu semua, mungkin hanya bisa menyungging senyum karena tahu semua baik-baik saja. kau dan dia.

............

malam begitu cepat datang. kuhidupkan layar monitorku. aku masuk ke layanan pesan elektronik berlambang orang tersenyum itu. kuperiksa satu persatu nama-nama dalam daftar kontakku. namamu masih belum muncul. sebuah lagu kembali keluar dari speaker murahan itu. dan tiba-tiba, namamu keluar disudut kiri atas layar monitorku.

kusapa dirimu yang berada jauh disana. kutanyakan kembali, apa yang sebenarnya terjadi. dan yah, selalu jawaban yang sama. dan semua mengalir begitu saja. pada akhirnya semua usai sudah. mungkin sedikit naif ketika kuutarakan perasaanku tadi. tetapi mendengar jawabanmu aku sedikit lega.

............

Remind me not, remind me not,
Of those beloved, those vanish'd hours,
When all my soul was given to thee;
Hours that may never be forgot,
Till Time unnerves our vital powers,
And thou and I shall cease to be.

Can I forget---canst thou forget,
When playing with thy golden hair,
How quick thy fluttering heart did move?
Oh! by my soul, I see thee yet,
With eyes so languid, breast so fair,
And lips, though silent, breathing love.

When thus reclining on my breast,
Those eyes threw back a glance so sweet,
As half reproach'd yet rais'd desire,
And still we near and nearer prest,
And still our glowing lips would meet,
As if in kisses to expire.

And then those pensive eyes would close,
And bid their lids each other seek,
Veiling the azure orbs below;
While their long lashes' darken'd gloss
Seem'd stealing o'er thy brilliant cheek,
Like raven's plumage smooth'd on snow.

I dreamt last night our love return'd,
And, sooth to say, that very dream
Was sweeter in its phantasy,
Than if for other hearts I burn'd,
For eyes that ne'er like thine could beam
In Rapture's wild reality.

Then tell me not, remind me not,
Of hours which, though for ever gone,
Can still a pleasing dream restore,
Till Thou and I shall be forgot,
And senseless, as the mouldering stone
Which tells that we shall be no more.

(Remind me not, remind me not : Lord Byron)

.............

dan mungkin memang kita diciptakan untuk dekat dalam dimensi yang berbeda, seperti ketika ku merasakan dekat ketika dipisahkan jarak. bukan tidak mungkin suatu saat semuanya bisa berubah. terimakasih untuk hari ini. sebuah cerita kita, katamu. dan kuharap seiring lalu lalang orang-orang yang silih berganti, cerita ini ikut menguap kemudian hilang.





0 komentar on "come here"

Posting Komentar